Mencari Keadilan: Polres Sumenep Digugat Rp 1 Miliar di PN Sumenep

SUMENEP MPD Gugatan sebesar Rp 1 miliar dilayangkan oleh Erfandi, seorang wartawan Madya sebagai pelaku Pers, kepada Polres Sumenep di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep. Gugatan ini terkait dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh institusi kepolisian dalam menangani laporan pidana menghalangi tugas jurnalistik yang diajukan oleh Erfandi.

Hal itu dilakukan Erfandi guna untuk mencari keadilan, karena semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Prinsip ini juga dikenal sebagai equality before the law. Dengan prinsip itu semua orang harus diperlakukan adil oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 27 ayat (1). Prinsip kesetaraan di hadapan hukum juga tercantum dalam: UU Kekuasaan Kehakiman, KUHAP, Undang-Undang Hak Asasi Manusia Tahun 2019.

Dalam gugatannya, Erfandi mengajukan tuntutan terhadap pihak Kepolisian Resor Sumenep, yang disebut sebagai Tergugat dan Syaiful Akshan alias Ipong dari CV Asia Line, yang disebut sebagai Turut Tergugat, yang menghalangi pers untuk meliput kegiatan pekerjaan proyek.

Baca Juga: Peran Pers di Dalam Sebuah Pemerintahan

Gugatan ini bermula dari dugaan tindakan penghalangan tugas jurnalistik yang dialami Erfandi saat hendak melakukan liputan proyek pembangunan gedung RKB MAN Sumenep pada 29 April 2024. Erfandi mengklaim bahwa Turut Tergugat menghalanginya saat melaksanakan tugas jurnalistik, yang kemudian dilaporkan ke Polres Sumenep dengan nomor laporan LPM/84/SATRESKRIM/IV/2024/SPKT/POLRES SUMENEP. Namun, proses penanganan laporan tersebut dinilai lamban dan tidak profesional.

Dari itu, Erfandi menilai pihak kepolisian tidak menunjukkan progres signifikan dalam menangani laporannya. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterimanya, kasus tersebut berjalan lambat hingga akhirnya dihentikan pada tahap penyelidikan dengan alasan tidak ditemukan unsur pidana. Hal ini, menurut Erfandi, bertentangan dengan prinsip keadilan, termasuk ketentuan dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam gugatannya, Erfandi menuntut beberapa hal, antara lain:

  1. Pernyataan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
  2. Permintaan maaf dari Tergugat dan Turut Tergugat melalui 10 media nasional.
  3. Ganti rugi immaterial sebesar Rp 1 miliar atas tekanan psikologis dan kerugian waktu.
  4. Pembebanan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100 ribu per hari jika Tergugat tidak menjalankan putusan.

Dalam dokumen gugatan, Erfandi menyebutkan bahwa tindakan Tergugat bertentangan dengan sejumlah regulasi, di antaranya:

  • Pasal 4 ayat (2) dan (3) serta Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang melindungi kebebasan jurnalistik dari segala bentuk penghalangan.
  • Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak atas perlindungan hukum dan rasa aman.
  • Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 dan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyampaian SP2HP yang mengatur kewajiban penyidik untuk memberikan perkembangan laporan secara berkala minimal 1 dalam sebulan kepada pelapor.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polres Sumenep maupun pihak Turut Tergugat terkait gugatan ini. Sementara itu, Erfandi berharap kepada Majelis Hakim PN Sumenep dapat bertindak independen dalam mengadili perkara ini. Ia juga menegaskan bahwa gugatan ini merupakan langkah hukum untuk mencari keadilan atas perlakuan yang dianggap tidak sesuai dengan asas profesionalitas penegakan hukum.

Sidang perdana gugatan ini dijadwalkan akan digelar dalam waktu dekat di PN Sumenep. Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyangkut isu kebebasan pers dan akuntabilitas aparat penegak hukum di Indonesia. Kejadian melarang Pers atau media meliput kegiatan pekerjaan proyek di Sumenep sering terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *