Nasib Pemandu Karaoke Terabaikan, Regulasi Tak Berpihak

SUMENEP, Suarademokrasi – Nasib pekerja pemandu karaoke atau Lady Companion (LC) masih terpinggirkan dan jauh dari kesejahteraan. Padahal, sektor hiburan malam menjadi bagian dari industri jasa yang turut menyumbang untuk menumbuhkan pertumbuhan ekonomi daerah. Namun di balik gemerlap lampu karaoke, tersimpan realitas getir tentang ketidakpastian kerja, eksploitasi, dan lemahnya perlindungan hukum terhadap para pemandu hiburan.

Berdasarkan hasil penelusuran redaksi, banyak pekerja pemandu karaoke di Sumenep yang bekerja tanpa kontrak kerja tertulis, tanpa jaminan sosial ketenagakerjaan, dan bahkan menghadapi risiko pelecehan seksual di tempat kerja. Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap operasional tempat hiburan malam, baik yang berizin resmi maupun yang bersifat semi-legal.

Para pemandu karaoke, yang sebagian besar adalah perempuan muda yang berstatus janda datang dari luar daerah, direkrut oleh pengelola tempat hiburan malam untuk menarik minat pengunjung. Mereka tertarik karena bayaran tinggi sekitar Rp200 ribu per jam, namun kenyataannya, penghasilan mereka kerap dipotong secara sepihak oleh pihak manajemen pengelola tempat hiburan atau pencari Job untuk para LC.

Baca Juga: Cafe President Cocok Dijadikan Tempat Bersantai Malam Tahun Baru 

Mereka bekerja di Sumenep karena tips bayar untuk LC besar dibandingkan dengan daerah lain, mereka hanya berdasarkan kepercayaan, tanpa gaji tetap. Semua bergantung pada tips/bayaran dari tamu, tapi pihak pengelola tempat hiburan malam seenaknya sendiri memotong bayaran LC dari pengunjung yang menggunakan jasanya tempat karaoke.

Kondisi ini terjadi secara berkelanjutan di tengah pertumbuhan usaha hiburan malam di Sumenep beberapa tahun terakhir ini, yang semakin marak tempat hiburan malam yang ada di wilayah Sumenep, hal itu diakibatkan minimnya lapangan pekerjaan formal. Adanya tempat hiburan malam itu juga perlu untuk sebagai masyarakat Sumenep yang membutuhkan menghibur dirinya.

Di sejumlah tempat karaoke yang ada praktik serupa terjadi: pengelola menentukan job untuk para LC, dan ketika mereka protes atas potongan bayaran, pihak manajemen mengancam tidak lagi memberikan pekerjaan atau Job tamu. Akibatnya, sebagian LC mengaku pernah kelaparan karena tidak mendapatkan job.

Hal itu dilakukan, karena ketidakjelasan status hukum pekerja di sektor hiburan malam menjadi akar permasalahan, pihak pengelola tempat hiburan malam sewenang wenang memotong bayaran para LC secara sepihak. Dalam perspektif hukum ketenagakerjaan, praktik ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menegaskan bahwa setiap pekerja berhak atas perlindungan keselamatan, kesehatan kerja, serta kepastian hubungan kerja yang layak.

Hingga kini, belum ada regulasi khusus yang mengatur perlindungan bagi pekerja hiburan malam, sehingga mereka rentan terhadap eksploitasi ekonomi dan kekerasan berbasis gender. Bagaimanapun pekerja pemandu karaoke merupakan rakyat Indonesia yang harus mendapatkan perhatian dan perlindungan dari pemerintah.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah daerah perlu hadir melalui kebijakan afirmatif, seperti penerbitan Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah yang menegaskan status dan hak-hak pekerja di sektor hiburan. Para LC sejatinya adalah warga negara yang berjuang untuk hidup layak, bukan sekadar penghibur yang diperlukan tidak manusiawi oleh pihak pengelola tempat hiburan malam maupun pengunjung. Hak normatif mereka harus dijamin oleh negara.

Minimnya perlindungan membuat pemandu karaoke berada dalam posisi yang sangat rentan. Tidak hanya menghadapi potongan upah tanpa kesepakatan, tetapi juga pelecehan dari pengunjung yang kerap diberi minuman campuran atau obat perangsang untuk memanfaatkan tubuh mereka. Sementara itu, pengelola hiburan malam tidak memberikan jaminan perlindungan, justru kerap mengambil sebagian bayaran yang seharusnya menjadi hak penuh LC.

Maka dari itu, dibutuhkan keberpihakan nyata dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar keadilan sosial bagi pekerja hiburan dapat terwujud. Regulasi yang jelas dan pengawasan yang tegas akan menjadi langkah awal untuk mengakhiri praktik eksploitatif terhadap pemandu karaoke di Sumenep, mereka juga punya hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dan kenyamanan dalam bekerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *