Gugatan Erfandi vs Polres Sumenep, Penggugat Dituduh Wartawan Tidak Terdaftar

SUMENEP, MPD – Perseteruan hukum antara wartawan Erfandi dan Polres Sumenep memasuki babak baru di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep. Dalam perkara perdata Nomor 5/Pdt.G/2025/PN.Smp, pihak tergugat, yakni Polres Sumenep, dalam agenda sidang jawaban tergugat 13 Maret 2025 menyampaikan tuduhan dugaan kebohongan dari tergugat bahwa dalil gugatan Erfandi dinilai penuh dengan kebohongan dan kepalsuan.

Gugatan ini bermula dari penghentian penyelidikan atas laporan Erfandi terkait dugaan penghalangan tugas jurnalistik yang dilakukan oleh Syaiful Akshan alias Ipong pihak CV Asia Line. Ipong melarang dua wartawan untuk meliput dan menginvestigasi pekerjaan proyek yang dibiayai APBN 2024 di MAN Sumenep, sebesar Rp 3, 4 milyar.

Laporan Erfandi yang didukung oleh saksi wartawan dan rekaman video diterima Polres Sumenep pada 29 April 2024 dengan No. LPM/84/SATRESKRIM/IV/2024/POLRES SUMENEP. Namun, setelah berjalan 10 bulan berlalu, penyelidikan dihentikan dengan keluarnya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3PHP), katanya dinilai bukan tindak pidana berdasarkan keterangan ahli Dewan Pers.

Baca Juga: Sidang Gugatan Erfandi ke Polres Sumenep Masuk Babak Baru

Erfandi menilai penghentian penyelidikan ini tidak transparan adanya keterangan ahli Dewan Pers. Ia menduga ada kekuatan tertentu yang berusaha mengaburkan fakta sehingga laporannya tidak diproses lebih lanjut kepada pelaku yang melarang 2 wartawan untuk meliput pekerjaan proyek tersebut.

“Bila penyidik serius menangani laporan saya dan bergerak cepat, rekaman CCTV di lokasi tidak akan dihapus dan bisa dijadikan alat petunjuk. Sebelum menerbitkan SP3, petugas seharusnya melakukan olah TKP untuk memastikan rangkaian kejadian yang sebenarnya terjadi,” tegas Erfandi.

Dalam proses penyelidikan, olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan salah satu langkah penting yang idealnya dilakukan oleh penyidik sebelum menghentikan penyelidikan, terutama dalam kasus yang melibatkan dugaan tindak pidana.

Hal itu mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana(“Perkapolri 14/2012”).

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Perkapolri 14/2012, kegiatan penyelidikan meliputi:

  • pengolahan TKP;
  • pengamatan (observasi);
  • wawancara (interview);
  • pembuntutan (surveillance);
  • penyamaran (under cover);
  • pelacakan (tracking); dan
  • penelitian dan analisis dokumen

Menurut Penggugat, kejanggalan penghentian penyelidikan baru dilakukan setelah proyek tersebut selesai dikerjakan, yang semakin memperkuat dugaan bahwa ada kepentingan lain yang bermain dalam kasus ini, seharusnya penyidik peka kenapa pelaku melarang 2 wartawan untuk melakukan investigasi dan liputan terhadap pekerjaan proyek yang dibiayai oleh uang pajak rakyat? Bukan malah laporan wartawan dihentikan begitu saja.

Berdasarkan jawaban tergugat tertanggal 10 Maret 2025, Polres Sumenep, melalui kuasa hukumnya, menegaskan bahwa penyelidikan telah dilakukan secara profesional. Mereka beralasan tidak ditemukan unsur tindak pidana dalam laporan Erfandi, berdasarkan pemeriksaan saksi, bukti, dan keterangan ahli.

Selain itu, Tergugat Polres Sumenep juga mempertanyakan legalitas Erfandi sebagai wartawan. Mereka mengklaim bahwa media tempatnya bernaung, Suara Demokrasi, belum terverifikasi di Dewan Pers, serta menuduh Erfandi menyampaikan informasi yang tidak benar terkait statusnya sebagai wartawan yang terdaftar di dewan pers.

Menanggapi klaim Polres Sumenep, Erfandi membantah tegas. Ia menyatakan bahwa dirinya adalah wartawan Madya yang sah dan terdaftar di Dewan Pers melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diselenggarakan oleh Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI).

“Jawaban tergugat tidak sesuai fakta dan hanya menggiring opini untuk melemahkan posisi saya sebagai jurnalis. Saya berharap PN Sumenep melalui Majelis Hakim nantinya memberikan putusan yang seadil-adilnya,” ujar Erfandi.

Seluruh rakyat Indonesia tau, seperti apa kinerja polisi sekarang ini hingga asumsi masyarakat bahwa “hukum hanya tajam kebawah tumpul kepada yang beruang dan memiliki kekuasaan”. Maka dari itu untuk memulihkan kepercayaan rakyat, Majelis Hakim lah yang menjadi harapan terakhir sebagai wakil tuhan yang akan memutuskan suatu perkara dengan yang seadil-adilnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama di kalangan jurnalis dan aktivis kebebasan pers. Banyak pihak menilai bahwa putusan dalam perkara ini dapat menjadi preseden penting dalam perlindungan hak-hak wartawan di Indonesia.

Hingga berita ini diterbitkan, Kanit Pidter Reskrim Polres Sumenep, IPDA Okta Afriasdiyanto, S.H., M.H., belum memberikan tanggapan atas tuduhan ke Erfandi. Sementara itu, PLT Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S., S.H., hanya menyatakan bahwa kasus ini telah dipersidangkan dan meminta wartawan untuk mengonfirmasi langsung kepada Erfandi.

Sidang perkara ini akan berlanjut dengan agenda Replik Penggugat, pembuktian dan pemeriksaan saksi dalam waktu dekat. Media akan terus memantau perkembangan kasus ini untuk memastikan transparansi dan keadilan bagi semua pihak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *